PALANGKA RAYA - Pertambangan masyarakat kecil selama ini indentik akan usaha yang dikatakan Ilegal (Tidak Ada Izin), khususnya pertambangan Emas.
Hal ini, mungkin Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak mengetahui bagaimana usaha pertambangannya bisa Ilegal menjadi Legal (Ada Izin).
Royke Jhoni Piay, Wakil Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Provinsi Kalimantan Tengah, melihat selama ini masyarakat kecil khususnya di pelosok pedesaan, yang menggantungkan kehidupannya pada usaha pertambangan rakyat.
Banyak berbenturan dengan hukum, karena mereka dikatakan sebagai Penambang Emas Tanpa Izin (PETI), walaupun itu dilakukan mereka pada lahan sendiri.
"Hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka bagaimana supaya proses pertambangan mereka bisa dikatakan Legal secara aturan, " ungkap Jhonny Piay.
APRI Kalteng menyingkapi kendala hukum yang sering dialami para penambang rakyat ini, dan berharap kehadiran APRI sebagai wadah payung hukum.
APRI adalah organisasinya penambang rakyat seluruh Indonesia. Berdiri tanggal 24 Agustus 2014 di Kaliurang, Jogyakarta.
Visi – Misi, Tambang Rakyat Indonesia menjadi legal, aman, ramah lingkungan, berkelanjutan, dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat lokal. Memberi bukti bahwa Tambang Rakyat adalah pilar penting ekonomi rakyat Indonesia. Melalui pembukaan lebih dari 3 juta lapangan kerja; peningkatan Penerimaan Negara; dan Pengelolaan Paska Tambang & Dampak Lingkungan.
Baca juga:
Pabrik Kayu di Kaligondang Terbakar
|
Tujuan, Adanya pengakuan profesi penambang rakyat seperti mata pencaharian lain (petani, guru, nelayan, dsb.) Terbangunnya Jaringan Tambang Rakyat secara Nasional, sehingga potensi Tambang Rakyat sebagai salah satu pilar. Penting ekonomi kerakyatan Indonesia, menjadi nyata dan dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Mewujudkan eksistensi APRI sebagai mitra pemerintah pusat dan daerah dalam membuka lapangan kerja, pengendalian lingkungan dan peningkatan penerimaan negara dan penerimaan asli daerah (PAD).
Hal ini tentu sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba pasal 24, wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.
"Nantinya, para penambang akan masuk dalam RESPONSIBLE MINING COMMUNITY (RMC), kelompok masyarakat penambang yang secara aturan sudah memiliki legalitas hukum dibawah naungan APRI, " papar Jhony Piay.
RMC inilah, yang menjadi dasar untuk areal Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Untuk menjadikan WPR, setiap areal pertambangan milik masyarakat harus memiliki surat tanah areal, baik berbentuk Surat Keterangan Tanah (SKT) dari pemerintah setempat.
RMC dapat berbentuk, kelompok tani, kelompok penambang, paguyuban penambang, BUMDES, Koperasi dan lain - lainnya. Yang meliputi, pertambangan emas, batu bara, galena, tembaga, Zirkon, kaolin, batu andesit, pasir, sirtu, garam, belerang, batu alam, minyak mentah (chrude oil).
"Apabila masyarakat penambang sudah masuk dalam RMC, maka kewajibannya, baik bayar pajak dan sistim pengelolaan lingkungan akan terkelola dengan baik, " jelasnya.
Sekretariat APRI Kalteng, beralamat jalan Tumenggung Tilung II Kelurahan Menteng Kecamatan Jekan Raya, Kalimantan Tengah.
"APRI Kalteng siap memfasilitasi Legalitas PETI masyarakat, untuk menjadi Legal, silahkan datang ke sekretariat kami atau nomor handphone saya 082148006655, " ucap Royke Jhonny Piay.