Oleh : Ahmad Rifai Saputra (Sekretaris Jendral DEMA IAIN Palopo)
OPINI - Sebelum saya jauh menuliskan tentang masalah pendidikan selama pandemi melanda indonesia, tulisan ini dibuat berdasarkan apa yang penulis liat dan rasakan selama pandemi, dan keluh kesah seorang pemuda yang fakir akan ilmu pengetahuan.
Pendidikan merupakan hal mendasar yang setiap warga negara berhak memperolehnya, hal tersebut jelas termaktum dalam UUD 1945 alinea ke-4 yang berbunyi:
“...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Jelas, bahwa memperoleh pendidikan merupakan keharusan bagi setiap warga negara, mengingat bahwa hal tersebut merupakan tujuan dan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sudah satu tahun lebih, pasca masuknya Covid-19 di indonesia, membuat pendidikan kita yang awalnya dilaksanakan secara tatap muka akhirnya beralih menjadi pendidikan yang dilaksanakan secara online/daring.
Upaya memutus mata rantai covid-19 memaksa seluruh sendi-sendi kehidupan kita berubah secara total, tidak hanya pendidikan, seluruh sektor dihantam termasuk ekonomi, budaya dan seluruh aktivitas lainnya.
Tulisan ini akan memuat beberapa catatan kritis tentang carut marutnya pendidikan kita selama indonesia dilanda pandemi, mulai dari ketidakjelasan kurikulum pendidikan hingga meningkatnya angka jumlah anak yang putus sekolah ditambah lagi dengan meningkatnya jumlah pernikahan usia dini.
Tentu, kita menghargai upaya yang dilakukan pemerintah selaku pemangku kebijakan untuk tetap menjalankan pendidikan selama pandemi, beberapa kebijakan yang dilakukan diantaranya pembagian kuota gratis bagi pelajar dan mahasiswa ternyata tidak cukup untuk membuat pendidikan kita berjalan dengan efektif.
Baca juga:
Unand Sediakan 24 Lokasi UTBK SBMPTN 2022
|
Korea utara baru saja menggegerkan dunia, bagaimana tidak, menteri pendidikan yang memiliki hak untuk mengeluarkan kebijakan dalam lingkup pendidikan dianggap gagal dan diberi sanksi yang begitu berat yaitu ditembak mati.
Gejolak kritikan terhadap menteri pendidikan tidak hanya berlangsung di korea utara, di indonesia, dibawah kepemimpinan Nadiem makarim terus menerus mendapatkan kritikan karna juga dianggap gagal dalam menjalankan pendidikan secara online.
Ada beberapa poin kritis yang dimuat sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa pendidikan kita selama pandemi dianggap gagal. Diantaranya bahwa secara letak geografis, setiap daerah di Indonesia memiliki kapasitas dan kualitas jaringan yang berbeda-beda, bahkan beberapa daerah tidak tersentuh jaringan sama sekali.
Bahkan yang lebih vital, ada beberapa pelajar dan mahasiswa yang harus kehilangan nyawa hanya untuk bisa melanjutkan pendidikannya.
Tidak hanya sampai disitu, mahalnya biaya pendidikan, membuat beberapa anak di indonesia harus rela tidak melanjutkan pendidikannya, tentu ini harus menjadi skala prioritas pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan, upaya untuk meningkatkan kualitas SDM di indonesia harus dimulai dari dunia pendidikan.
Jika kita melihat secara detail, dua paradigma antara pendidikan dan kesehatan menjadi masalah dilematis yang dihadapi oleh pemerintah, antara uapaya perbaikan kualitas SDM dan upaya memutus mata rantai Covid-19.
Kita sangat bersyukur, sebab pendidikan alternatif yang dijalankan oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan mampu tetap menjaga marwah dari pendidikan kita, tapi apakah itu cukup?
Kita hidup dalam skema pendidikan formal, dimana kapasitas intelektual seseorang di ukur dengan seberapa banyak gelarnya dan dimana ia memperoleh gelar tersebut. Konstruk pemikiran seperti ini yang harus dihilangkan sebagai bentuk penghormatan kita terhadap intelektual-intelektual yang lahir dari pendidikan alternatif.
Inti dari tulisan ini, adalah kita semua berharap, agar pendidikan kita bisa berjalan dengan efektif sesuai dengan tujuan Bangsa ini, kita semua tidak ingin, 10-15 tahun kedepan Bangsa ini justru mengalami penurunan secara signifikan kualitas Sumber Daya Manusia.
Desclimer: Segala isi dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh dari penulis