JAKARTA – Dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah, pemerintah pusat memiliki kewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah. Salah satunya adalah Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) yang merupakan bagian dari urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Minggu (22/10), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen. PPPA), dan Kementerian PPN/Bappenas, telah berperan aktif dalam mendukung Pengarusutamaan yang Responsif Gender (PUG). Terkait itu, Kemendagri memberikan fasilitasi dan dukungan kebijakan yang luas. Salah satu fokusnya adalah mendorong pencapaian target nasional di bidang PPPA, diantaranya mencakup PUG.
“Pelaksanaan PUG di Indonesia sejatinya sudah dilakukan cukup lama. Bila kita lihat Kebijakan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, berarti sudah 23 tahun kita terus berupaya mendorong hal ini. PUG menjadi komitmen negara yang dituangkan kedalam RPJMN, sekaligus melaksanakan komitmen global melalui SDGs”, kata Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri, Restuardy Daud, pada acara Penutupan Pertemuan Pusat dan Daerah di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pertemuan Pusat dan Daerah tersebut dilaksanakan dalam rangka Evaluasi Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di daerah. Sebagaimana diketahui salah satu kunci pelaksanakan PUG adalah bagaimana mengintegrasikan perspektif gender kedalanm proses perencanaan dan panganggaran.
Restuardy Daud mengungkap sejumlah tantangan yang perlu diatasi untuk mempercepat Pelaksanaan Pengarusutamaan yang Responsif Gender (PUG). Salah satu tantangan yang disoroti adalah ketidakpenuhan terhadap 7 prasyarat PUG yang menjadi hambatan dalam implementasi program ini. Hal itu terkait dengan Komitmen, Kebijakan, Kelembagaan, ketersediaan Sumber Daya, Sistem Informasi dan Data Terpilah, Alat Analisis Gender, dan Partisipasi Masyarakat.
"Diperlukan beberapa langkah untuk itu. Pertama, penting untuk mendorong komitmen KDH dan kebijakan daerah dalam implementasi PUG. Kedua, perlu regulasi dan kebijakan terkait dengan PUG. Ketiga, sangat diperlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan pemahaman perspektif Gender. Dan Keempat, Kelembagaan PUG yang efektif dengan dukungan anggaran yang memadai dan ketersediaan data yang diperlukan secara terpilah" kata Restuardy.
Baca juga:
Sertifikat GOR Pakansari Akhirnya Selesai
|
Restuardy Daud juga menekankan pentingnya integrasi PUG dalam Dokumen RPJPN/D 2025-2045 dan RPJMN/D 2025-2029. Harapannya, pertemuan ini dapat membantu menyusun strategi melalui perencanaan yang sesuai dengan kondisi daerah, melibatkan semua pihak secara sistematis, dan memiliki dukungan payung hukum untuk keberlanjutan PUG.
Percepatan strategi PUG, yang telah berjalan selama lebih dari 20 tahun, masih memerlukan sinergi dari berbagai pihak, termasuk Bappeda, BPKAD, DP3A, dan Inspektorat Provinsi sebagai four Driver PUG, untuk memastikan agar dampak kegiatan PUG dapat dirasakan oleh masyarakat.
Untuk memperkuat kapasitas kelembagaan PUG, dapat dilakukan mulai dari menyusun dan memanfaatkan data terpilah gender, mendorong seluruh perangkat daerah utk melaksanakan PUG melalui PPRG, memperkuat pendampingan/supervisi sampai perangkat daerah menyusun GBS (Gender budget statament), serta Monev kualitas ARG (Anggaran Responsif Gender)
Restuardy Daud menambahkan bahwa selain penyelesaian RUU Kesetaraan Gender dan Stranas Percepatan PUG, daerah juga memerlukan pedoman dan juknis pelaksanaan PUG melalui PPRG di Pusat dan Daerah.
"Dengan Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang dihasilkan dari Pertemuan Pusat dan Daerah ini diharapkan akan membantu memperkuat Pengarusutamaan yang Resposif Gender di daerah masing-masing, sekaligus menjadi upaya kita bersama untuk mencapai tujuan PUG yang lebih inklusif dan responsif, " jelasnya.
Melalui kegiatan ini semua pihak berkomitmen untuk terus mendorong pengintegrasian aspek gender melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam perencanaan dan penganggaran serta kebijakannya di seluruh Indonesia, menuju masyarakat yang lebih inklusif dan responsif gender. (humas)